https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/anti.12634?af=R Abstract

Resource frontiers continue to expand globally across Indigenous lands as states and corporations enact forms of expropriation redolent of the formal colonial era for the sake of extraction. In the face of this expansion, the burden remains largely on frontline communities to defend their ecologies using the tools available to them. Across Indonesia's resource frontiers, the "cartographic impulse" Edward Said once named to describe anticolonial struggles is apparent in the form of counter"?mapping, which seeks to secure adat (customary) rights and defend Indigenous lands against extractivist expansion. This article revisits this practice and argues that the counter"?map and its goals remain tenuous"?mapping in its scalable form risks processing complex and multi"?dimensional ways of relating to land into two"?dimensional representations appropriate for a liberal property regime, while adat itself is a contingent and mutable legal goal. Ultimately, the article echoes emerging calls for the burden to be shifted away from frontline communities through the pursuit of just transitions to post"?extractivism. Pemburuan sumber daya ke wilayah"?wilayah baru yang masih kaya (resource frontiers) di tanah masyarakat adat semakin meluas secara global, seiring praktek"?praktek perampasan berbau kolonial yang dilakukan oleh negara dan korporasi demi tujuan ekstraksi. Berhadapan dengan ekspansi ini, masyarakat di gugus depanlah yang menanggung beban terbesar untuk mempertahankan lingkungan hidup mereka, dengan menggunakan sarana yang tersedia bagi mereka. Di wilayah"?wilayah baru ekstraksi sumber daya alam di Indonesia, apa yang pernah disebut Edward Said sebagai "?cartographic impulse' untuk menggambarkan perjuangan anti"?kolonial terlihat jelas dalam bentuk counter"?mapping, yang bertujuan untuk mempertahankan tanah"?tanah adat dari ekspansi ekstravistik. Artikel ini hendak meninjau kembali praktek counter"?mapping ini dan berargumen bahwa counter"?map dan tujuan"?tujuannya masih lemah"? mapping dalam bentuk yang dapat diukur mengalami masalah dengan persoalan proses dan persoalan corak multidimensioanal dari hubungan dengan tanah dalam kaitan dengan representasi dua"?dimensi yang hanya cocok dengan rezim kepemilikan liberal; sementara adat sendiri adalah tujuan legal yang sifatnya kontingen dan terbuka terhadap perubahan. Pada akhirnya artikel ini ikut menyuarakan seruan yang banyak muncul, bahwa beban harus dialihkan dari masyarakat frontline melalui usaha untuk transisi"?transisi yang adil menuju post"?extractivism.

» Author: 2> <p>Fairtrade operates its global system through a homogenising but marketable set of standards. Combined with issues around how to include producers in governance, this has led to feelings of disconnection and disenfranchisement for the latter

» Source: Wiley

« Go to Technological Watch